Kabut asap kerap menjadi masalah saat musim kemarau. Pemicunya karena ada oknum uang membakar lahan gambut. Begitu lahan gambut terlanjur terbakar, akan sulit untuk dipadamkan. Itu sebabnya, perlu sistem pengelolaan gambut, antara lain dengan mengedukasi petanitentang membuka lahan tanpa membakar.
Sebanyak 32 petani dari 16 desa di Kalimantan Barat berkumpul di area selua 1,5 hektar di Desa Kuala Dua, Kabupaten Kubu Raya, Kamis (29/3/2018). Lahan itu merupakan tempat praktik para petani yang mengikuti kegiatan Sekolah LapangPetani yang dilakukan Badan Restorasi Gambut (BRG).
Mereka dibagi ke dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok ada aktivitas sendiri. Ada yang praktik membuka lahan tanpa membakar. Ada pula yang mengolah tanah dengan kultivator, yaitu alat dan mesin pertanian yang digunakan untuk pengolahan tanah. Di tempat lain ada yang praktik membuat kompos.
Mereka didampingi mentor yang sudah berpengalaman dalam mengolah lahan gambut tanpa membakar. Dengan pelatihan itu, mereka dilatih membuka lahan tanpa membakar, tetapi tetap membuat lahan itu bisa produktif serta dengan biaya pengolahan yang masih terjangkau oleh petani.
"Selama ini petani menganggap pengolahan lahan gambut tanpa membakar itu mahal. Padahal tidak demikian. Hanya saja, selama ini petani tak tahu teknologinya. Biaya untuk pembukaan dan pengolahan lahan hanya sekitar Rp 2 juta per hektar," ujar Joko Wiriyanto, fasilitator dalam Sekolah Lapang Petani.
Joko telah membuktikan dilahan pertaniannya. Bahkan, di lahannya yang bergambut itu ia bisa menanam anggur. Dengan keberhasilan mengelola lahan gambut tanpa membakar tetapi tetap produktif itu, ia dipercaya berbagi pengalaman dengan para petani tersebut.
"Selama ini memang kami beranggapan membuka lahan gambut tanpa membakar biayanya mahal. Namun, dengan mengikuti kegiatan ini, kami memiliki wawasan tentang teknologi mengolah lahan gambut tanpa bakar," kata Murakip, petani dari Kabupaten Mempawah.
Demikian juga dengan Supriyati, peserta lain dari Kubu Raya, Ia mengaku selama ini selalu kesulitan mengelola lahan gambut tanpa membakar karena biayanya besar. Supriyati memperkirakan awalnya jika membuka lahan tanpa membakar, per hektar mungkin bisa menghabiskan puluhan juta rupiah, sebab untuk membuka lahanmemerlukan obat khusus untuk pembusukan sampah. Belum lagi membutuhkan waktu yang lama baru lahan bisa ditanami.
Sulitnya membuka lahan tanpa membakar membuat banyak petani enggan menanam tanaman pangan dan beralih ke tanaman sawit. Sebab, menanam sawit di lahan gambut dinilai lebih mudah daripada tanaman pangan.
Kepala Subkelompok Kerja Edukasi Deputi III Badan Restorasi Gambut Deasy Efnidawesty mengatakan, Sekolah Lapang PetaniGambut merupakan bagian dari kegiatan edukasi. Kegiatan ini dilaksanakan pada senin (26/3) hingga minggu (1/4).
Sebanyak 30% kegiatannya adalah teori, 70% praktik di lapangan. Sebelum praktik di lapangan, petani terlebih dahulu dibekali pengetahuan mengenai gambut.
Selama kegiatan sekolah lapang, petani mendapatkan edukasi dari narasumber tentang pengelolaan lahan gambut secara baik dan membuka lahan pertanian tanpa membakar serta membuat pupuk kompos.
"Lahan gambut memerlukan pengelolaan khusus. Namun, hanya sebagian masyarakat yang memahami cara mengelola lahan gambut yang benar. Tak sedikit warga yang mengeringkan lahan gambut sehingga rawan terbakar. Padahal, lahan gambut perlu pendekatan khusus," ujar Deasy.
Menjadi Motor
Setelah sekitar seminggu melaksanakan kegiatan itu, para petani tersebut akan diberi tugas di daerah masing--masing untuk membuat lahan percontohan. Mereka akan didampingi fasilitator dan dinilai. Hasilnya diserahkan kepada BRG. Mereka yang dinyatakan lulus akan menjadi duta peduli gambut.
Mereka juga akan menjadi motor di daerah masing-masing setelah pulang. BRG tidak bisa mengedukasi seluruh masyarakat di sekitar gambut, maka diharapkan mereka menjadi sumber informasi mengenai pengelolaan gambut bagi masyarakat di lingkungannya.
Dinamisator BRG Provinsi Kalimantan Barat, Hermawansyah, mengatakan sekolah lapang ini untuk menjawab tantangan dalam pengelolaan gambut yang benar. melalui kegiatan ini, lahan gambut dapat produktif bagi pertanian tanpa dibakar.
"Modul yang disiapkan komprehensif, mulai dari pembukaan lahan tanpa bakar hingga pembuatan pupuk kompos. Bahkan, bagaimana pengelolaan hasil pasca panen. Intinya, bagaimana petani berdaya, gambut tetap terjaga," kaatanya.
Kini musim kemarau pun telah tiba. kita berharap pengetahuan ini dapat dibagikan kepada seluruh masyarakatsehingga tidak ada lagi bencana asap yang menggerogoti kehidupan.
( Emanuel Edi Saputra, Kompas, Kamis 3 Mei 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar